Sabtu, 23 November 2013

wahyu



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kedudukan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat, melebihi agama-agama lain. karena  wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia. Wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani wahyu harus slalu mengingat bahwa semua itu karna Allah semata. Dan tidak akan terjadi jika Allah tak mengijinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap Allah karena kesombongannya. Dalam Makalah ini, kami akan membahas tentang wahyu, dimulai dari pengertian, kedudukan dalam islam, serta fungsi nya dalam teologi islam.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan wahyu?
2.      Bagaimana kedudukan wahyu dalam islam?
3.      Bagaimana fungsi wahyu dalam teologi islam?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Dengan mempelajari materi Ahmadiyah ini, dapat mengetahui tentang pengertian, latar belakang, tokoh-tokoh pendiri, serta faham Ahmadiyah.
2.      Dapat mengambil sisi positif dari materi Ahmadiyah, serta tidak mencontoh sisi-sisi negatifnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN WAHYU
Secara etimologi “wahyu” berarti isyarat, bisikan buruk, ilham, perintah. Sedangkan menurut termonologi berarti nama bagi sesuatu yang disampaikan secara cepat dari Allah kepada Nabi-Nabi-Nya.
Dalam pengertian lain, wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Di samping itu juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara sembunyi-sembunyi dan dengan cepat. Tentang penjelasan cara terjadinya komunikasi antara Tuhan dan Nabi-Nabi, diberikan oleh al-Qur’an sendiri.
Dalam Islam wahyu atau sabda Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya dalam al-Qur’an. Salah satu ayat menjelaskan :
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ (الشورى:51)
Artinya : Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (Q.S al-Syura : 51)

Jadi ada tiga cara :

1.Melalui jantung hati seseorang dalam bentuk ilham
2.Dari belakang tabir sebagai yang terjadi dengan Nabi Musa
3.Melalui utusan yang dikirimkan dalam bentuk malaikat.
Menurut ajaran tassawuf, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan melalui daya rasa manusia yang berpusat di hati sanubari. Dalam tassawuf dikenal tingkatan ma’rifat, dimana seorang sufi dapat melihat Tuhan dengan kalbunya dan dapat pula berdialog dengan Tuhan. Adanya komunikasi antara orang-orang tertentu dengan Tuhan bukanlah hal yang ganjil. Oleh karena itu adanya dalam Islam wahyu dari Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW, bukanlah pula suatu hal yang tidak dapat diterima akal.4 Maka yang diwahyukan dalam Islam bukanlah hanya isi tetapi juga teks Arab dari ayat-ayat sebagai terkandung dalam al-Qur’an.
Dengan lain kata yang diakui wahyu dalam Islam adalah teks Arab di rubah susunan kata / diganti kata sinonimnya, itu tidak lagi wahyu. Soal akal dan wahyu, yang menjadi pegangan bagi ulama-ulama adalah teks wahyu dalam bahasa Arab dan bukan penafsiran atau terjemahan, yang diperbandingkan adalah pendapat akal dengan teks Arab dari al-Qur’an.
            Macam-macam pengertian wahyu  :       
a.      Ilham Fithriah bagi manusia:
Artinya: Dan Kami wahyukan (berikan ilham) kepada ibu Musa agar ia   menyusuinya …[Q.S. Al-Qashash/28: 7].
b.      Instink bagi hewan :
Artinya: Dan Tuhanmu telah mewahyukan (memberikan instink) kepada lebah, “buatlah sarang-sarang di bukit-bukit dan di pohon-pohon dan di tempat-tempat yang dibuat oleh manusia [Q.S. Al-Nahl/16: 68].
c.       Isyarat :
Artinya: Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia wahyukan (memberi isyarat) kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang[Maryam/19: 11].
d.      Bisikan/rayuan syeithan :
Artinya: Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkankepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan [Q. S. Al-An’am/6: 112]
Demikian arti kata wahyu menurut penggunaannya dalam Alquran. Sedangkan kata wahy menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Abduh, ialah “pengetahuan yang didapat seseorang di dalam dirinya serta diyakini bahwa pengetahuan tersebut datangnya dari Allah, baik dengan perantaraan, dengan suara atau tanpa suara, maupun tanpa perantaraan” Jika definisi ini dipadukan dengan pengertian wahyu menurut bahasa atau yang digunakan oleh Alquran sendiri, maka secara definitif, wahyu dapat diartikan sebagai “Pemberitahuan Tuhan kepada nabi/rasul-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita dan cerita-cerita dengan cara yang samar tetapi meyakinkan, bahwa apa yang diterimanya benar-benar dari Tuhan. Pemberitahuan tersebut bersifat ghaib, rahasia dan berlangsung sangat cepat.
Pengertian demikian ini juga digunakan dalam Alquran, antara lain pada ayat :
Artinya: Sesungguhnya Kami Telah memberikan wahyu kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami juga telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahny;, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman, dan Kami berikan Zabur kepada Daud [Q. S. Al-Nisa’/4: 163]
Sedangkan proses penyampaiannya yang kadangkala secara langsung dan kadangkala melalui perantara, diungkapkan dalam Alquran surat al-Syura/42: 51 sebagai berikut:
Artinya: Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir (secara langsung) atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana [Q.S. Al-Syura/42: 51]..

B.     KEDUDUKAN WAHYU DALAM ISLAM
Kedudukan  wahyu dalam islam sangat penting. Karena islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu . Dan  hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam islam. Wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya tanpa seorangpun yang mengetahui.
Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi NabiMuhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Masalah  wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam konteks, yang manakah wahyu itu yang menjadi sumber pengetahuan manusia tentang Tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada Tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk.

C.    FUNGSI WAHYU DALAM TEOLOGI ISLAM
 Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan diterima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan allah kepada nabi-nabi-NYA untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.
Mengenai fungsi ini dikatakan bahwa wahyu mempunyai kedudukan terpenting dalam aliran Asy’ariyah dan fungsi terkecil dalam faham mu’tazilah. Bertambah besar fungsi diberikan kepada wahyu dalam suatu aliran, bertambah kecil daya akal dalam aliran itu. Sebaliknya bertambah sedikit fungsi wahyu dalam suatu aliran, bertambah besar daya akal pada aliran itu. Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarkan kemerdekaan dan kekuasaan manusia. Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk menolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.

            Selanjutnya wahyu kaum mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat. Abu Jabbar berkata akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa hukuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhirat.
Dari uraian di atas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa wahyu bagi Mu’tazilah mempunyai fungsi untuk informasi dan konfirmasi, memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui akal. Dan demikian menyempurnakan pengtahuan yang telah diperoleh akal.
Bagi kaum Asy’ariyah akal hanya dapat mengetahui adanya Tuhan saja, wahyu mempunyai kedudukan yang sangat penting. Manusia mengetahui yang baik dan yang buruk, dan mengetahui kewajiban-kewajibannya hanya turunnya wahyu. Dengan demikian sekiranya wahyu tidak ada, manusia tidak akan tahu kewajiban-kewajibannya kepada Tuhan, sekiranya syariatnya tidak ada Al-Ghozali berkata manusia tidak akan ada kewajiban mengenal Tuhan dan tidak akan berkewajiban berterima kasih kepadaNya atas nikmat-nikmat yang diturunkannya. Demikian juga masalah baik dan buruk kewajiban berbuat baik dan mnghindari perbuatan buruk, diketahui dari perintah dan larangan-larangan Tuhan. Al-Baghdadi berkata semuanya itu hanya bisa diketahui menurut wahyu, sekiranya tidak ada wahyu tak ada kewajiban dan larangan terhadap manusia.
Jelas bahwa dalam aliran Asy’ariyah wahyu mempunyai fungsi yang banyak sekali, wahyu yang menentukan segala hal, sekiranya wahyu tak ada manusia akan bebas berbuat apa saja, yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya manusia akan berada dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur masyarakat, dan demikianlah pendapat kaum Asy’ariyah. Al-Dawwani berkata salah satu fungsi wahyu adalah memberi tuntunan kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia. Oleh karena itu pengiriman para rosul-rosul dalam teologi Asy’ariyah seharusnya suatu keharusan dan bukan hanya hal yang boleh terjadi sebagaimana hal dijelaskan olh Imam Al-Ghozali di dalam al-syahrastani.
Adapun aliran Maturidiyah bagi cabang Samarkand mempunyai fungsi yang kurang wahyu tersebut, tetapi pada aliran Maturidiyah Bukhara adalah penting, bagi Maturidiyah Samarkand perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedangkan bagi Maturidiyah Bukhara wahyu perlu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia. Oleh karena itu di dalam system teologi yang memberikan daya terbesar adalah akal dan fungsi terkecil kepada wahyu, manusia dipandang mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan tetapi di dalam system teologi lain yang memberikan daya terkecil pada akal dan fungsi terbesar pada wahyu. Manusia dipandang lemah dan tak merdeka.
Tegasnya manusia dalam pandangan aliran Mu’tazilah adalah berkuasa dan merdeka sedangkan dalam aliran Asy’ariyah manusia lemah dan jauh dari merdeka.
Di dalam aliran maturidiyah manusia mempunyai kedudukan menengah di antara manusia dalam pandangan aliran Mu’tazilah, juga dalam pandangan Asy’ariyah. Dan dalam pandangan cabang Samarkand manusia lebih berkuasa dan merdeka dari pada manusia dalam pandangan cabang Bukhara. Dalam teologi Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan kedudukan yang tinggi pada akal, tetapi tidak begitu tinggi dibandingkan pendapat Mu’tazilah, wahyu juga mempunyai fungsi relatif banyak tetapi tidak sebanyak pada teologi Asy’ariyah dan maturidiyah Bukhara.











BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Di samping itu juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara sembunyi-sembunyi dan dengan cepat. Tentang penjelasan cara terjadinya komunikasi antara Tuhan dan Nabi-Nabi, diberikan oleh al-Qur’an sendiri. Kedudukan  wahyu dalam islam sangat penting. Karena islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu . Dan  hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam islam. Wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya tanpa seorangpun yang mengetahui.  Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan diterima manusia di akhirat.

B.     SARAN

Demikian makalah ini dapat kami selesaikan. Banyak kesalahan dari penulisan, karena keterbatasan pengetahuan kami. Maka dari itu kami memohon agar para pembaca dapat memberikan  kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga bermanfaat bagi para pembaca, terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar