BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kedudukan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat
terhormat, melebihi agama-agama lain. karena wahyu adalah suatu yang
sangat urgen untuk manusia. Wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa
untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Wahyu
diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk menunjukkan
kebesaran Allah. Maka dalam menangani wahyu harus slalu mengingat bahwa semua
itu karna Allah semata. Dan tidak akan terjadi jika Allah tak mengijinkannya.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap Allah karena
kesombongannya. Dalam Makalah ini, kami akan membahas tentang wahyu, dimulai
dari pengertian, kedudukan dalam islam, serta fungsi nya dalam teologi islam.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan wahyu?
2. Bagaimana
kedudukan wahyu dalam islam?
3. Bagaimana
fungsi wahyu dalam teologi islam?
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Dengan
mempelajari materi Ahmadiyah ini, dapat mengetahui tentang pengertian, latar
belakang, tokoh-tokoh pendiri, serta faham Ahmadiyah.
2. Dapat
mengambil sisi positif dari materi Ahmadiyah, serta tidak mencontoh sisi-sisi
negatifnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
WAHYU
Secara etimologi “wahyu” berarti
isyarat, bisikan buruk, ilham, perintah. Sedangkan menurut termonologi berarti
nama bagi sesuatu yang disampaikan secara cepat dari Allah kepada
Nabi-Nabi-Nya.
Dalam pengertian lain, wahyu
berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy
adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara,
api, dan kecepatan. Di samping itu juga mengandung arti bisikan, isyarat,
tulisan dan kitab. Selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara
sembunyi-sembunyi dan dengan cepat. Tentang penjelasan cara terjadinya
komunikasi antara Tuhan dan Nabi-Nabi, diberikan oleh al-Qur’an sendiri.
Dalam Islam wahyu atau sabda Tuhan
yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya dalam al-Qur’an.
Salah satu ayat menjelaskan :
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ (الشورى:51)
Artinya : Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (Q.S al-Syura : 51)
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ (الشورى:51)
Artinya : Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (Q.S al-Syura : 51)
Jadi ada tiga cara :
1.Melalui jantung hati seseorang dalam bentuk ilham
2.Dari belakang tabir sebagai yang terjadi dengan Nabi Musa
3.Melalui utusan yang dikirimkan dalam bentuk malaikat.
Menurut ajaran tassawuf, komunikasi
dengan Tuhan dapat dilakukan melalui daya rasa manusia yang berpusat di hati
sanubari. Dalam tassawuf dikenal tingkatan ma’rifat, dimana seorang sufi dapat
melihat Tuhan dengan kalbunya dan dapat pula berdialog dengan Tuhan. Adanya
komunikasi antara orang-orang tertentu dengan Tuhan bukanlah hal yang ganjil.
Oleh karena itu adanya dalam Islam wahyu dari Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW,
bukanlah pula suatu hal yang tidak dapat diterima akal.4 Maka yang diwahyukan
dalam Islam bukanlah hanya isi tetapi juga teks Arab dari ayat-ayat sebagai
terkandung dalam al-Qur’an.
Dengan lain kata yang diakui wahyu
dalam Islam adalah teks Arab di rubah susunan kata / diganti kata sinonimnya,
itu tidak lagi wahyu. Soal akal dan wahyu, yang menjadi pegangan bagi
ulama-ulama adalah teks wahyu dalam bahasa Arab dan bukan penafsiran atau
terjemahan, yang diperbandingkan adalah pendapat akal dengan teks Arab dari
al-Qur’an.
Macam-macam
pengertian wahyu :
a. Ilham Fithriah bagi manusia:
Artinya: Dan Kami wahyukan
(berikan ilham) kepada ibu Musa agar ia menyusuinya …[Q.S. Al-Qashash/28: 7].
b. Instink bagi hewan :
Artinya: Dan Tuhanmu telah
mewahyukan (memberikan instink) kepada lebah, “buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit dan di pohon-pohon dan di tempat-tempat yang dibuat oleh manusia [Q.S.
Al-Nahl/16: 68].
c. Isyarat :
Artinya: Maka ia keluar dari
mihrab menuju kaumnya, lalu ia wahyukan (memberi isyarat) kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang[Maryam/19: 11].
d. Bisikan/rayuan syeithan :
Artinya: Dan Demikianlah
kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis)
manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkankepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu
(manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan [Q. S. Al-An’am/6:
112]
Demikian arti kata wahyu menurut
penggunaannya dalam Alquran. Sedangkan kata wahy menurut
istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Abduh, ialah “pengetahuan yang
didapat seseorang di dalam dirinya serta diyakini bahwa pengetahuan tersebut
datangnya dari Allah, baik dengan perantaraan, dengan suara atau tanpa suara,
maupun tanpa perantaraan” Jika definisi ini dipadukan dengan pengertian
wahyu menurut bahasa atau yang digunakan oleh Alquran sendiri, maka secara
definitif, wahyu dapat diartikan sebagai “Pemberitahuan Tuhan kepada
nabi/rasul-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita dan cerita-cerita
dengan cara yang samar tetapi meyakinkan, bahwa apa yang diterimanya benar-benar
dari Tuhan. Pemberitahuan tersebut bersifat ghaib, rahasia dan berlangsung
sangat cepat.
Pengertian
demikian ini juga digunakan dalam Alquran, antara lain pada ayat :
Artinya: Sesungguhnya Kami
Telah memberikan wahyu kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami
juga telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
sesudahny;, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada
Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan
Sulaiman, dan Kami berikan Zabur kepada Daud [Q. S. Al-Nisa’/4: 163]
Sedangkan proses penyampaiannya yang
kadangkala secara langsung dan kadangkala melalui perantara, diungkapkan dalam
Alquran surat al-Syura/42: 51 sebagai berikut:
Artinya: Dan tidak mungkin bagi
seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan
perantaraan wahyu atau dibelakang tabir (secara langsung) atau dengan mengutus
seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang
dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana [Q.S. Al-Syura/42:
51]..
B. KEDUDUKAN
WAHYU DALAM ISLAM
Kedudukan wahyu dalam islam sangat penting. Karena
islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu . Dan hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal
dalam islam. Wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya tanpa
seorangpun yang mengetahui.
Wahyu baik berupa
Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi NabiMuhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang
sangat penting
dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan
perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan
waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Wahyu
itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori
perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun secara
berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Masalah wahyu dalam pemikiran kalam sering
dibicarakan dalam konteks, yang manakah wahyu itu yang menjadi sumber
pengetahuan manusia tentang Tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih
kepada Tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban
menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk.
C. FUNGSI
WAHYU DALAM TEOLOGI ISLAM
Wahyu
berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi
disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada
tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta
menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan diterima manusia di akhirat.
Sebenarnya
wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan allah kepada
nabi-nabi-NYA untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang
yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan
sang pencipta yaitu Allah SWT.
Mengenai fungsi ini dikatakan bahwa
wahyu mempunyai kedudukan terpenting dalam aliran Asy’ariyah dan fungsi
terkecil dalam faham mu’tazilah. Bertambah besar fungsi diberikan kepada wahyu
dalam suatu aliran, bertambah kecil daya akal dalam aliran itu. Sebaliknya
bertambah sedikit fungsi wahyu dalam suatu aliran, bertambah besar daya akal
pada aliran itu. Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha
dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarkan kemerdekaan dan kekuasaan
manusia. Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu
diturunkan Tuhan untuk menolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.
Selanjutnya wahyu kaum mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat. Abu Jabbar berkata akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa hukuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhirat.
Dari
uraian di atas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa wahyu bagi Mu’tazilah
mempunyai fungsi untuk informasi dan konfirmasi, memperkuat apa-apa yang telah
diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui akal. Dan demikian
menyempurnakan pengtahuan yang telah diperoleh akal.
Bagi
kaum Asy’ariyah akal hanya dapat mengetahui adanya Tuhan saja, wahyu mempunyai
kedudukan yang sangat penting. Manusia mengetahui yang baik dan yang buruk, dan
mengetahui kewajiban-kewajibannya hanya turunnya wahyu. Dengan demikian
sekiranya wahyu tidak ada, manusia tidak akan tahu kewajiban-kewajibannya
kepada Tuhan, sekiranya syariatnya tidak ada Al-Ghozali berkata manusia tidak
akan ada kewajiban mengenal Tuhan dan tidak akan berkewajiban berterima kasih
kepadaNya atas nikmat-nikmat yang diturunkannya. Demikian juga masalah baik dan
buruk kewajiban berbuat baik dan mnghindari perbuatan buruk, diketahui dari
perintah dan larangan-larangan Tuhan. Al-Baghdadi berkata semuanya itu hanya
bisa diketahui menurut wahyu, sekiranya tidak ada wahyu tak ada kewajiban dan
larangan terhadap manusia.
Jelas
bahwa dalam aliran Asy’ariyah wahyu mempunyai fungsi yang banyak sekali, wahyu
yang menentukan segala hal, sekiranya wahyu tak ada manusia akan bebas berbuat
apa saja, yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya manusia akan berada dalam
kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur masyarakat, dan demikianlah pendapat kaum
Asy’ariyah. Al-Dawwani berkata salah satu fungsi wahyu adalah memberi tuntunan
kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia. Oleh karena itu pengiriman
para rosul-rosul dalam teologi Asy’ariyah seharusnya suatu keharusan dan bukan
hanya hal yang boleh terjadi sebagaimana hal dijelaskan olh Imam Al-Ghozali di
dalam al-syahrastani.
Adapun
aliran Maturidiyah bagi cabang Samarkand mempunyai fungsi yang kurang wahyu
tersebut, tetapi pada aliran Maturidiyah Bukhara adalah penting, bagi
Maturidiyah Samarkand perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk,
sedangkan bagi Maturidiyah Bukhara wahyu perlu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban
manusia. Oleh karena itu di dalam system teologi yang
memberikan daya terbesar adalah akal dan fungsi terkecil kepada wahyu, manusia
dipandang mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan tetapi di dalam system teologi
lain yang memberikan daya terkecil pada akal dan fungsi terbesar pada wahyu.
Manusia dipandang lemah dan tak merdeka.
Tegasnya
manusia dalam pandangan aliran Mu’tazilah adalah berkuasa dan merdeka sedangkan
dalam aliran Asy’ariyah manusia lemah dan jauh dari merdeka.
Di
dalam aliran maturidiyah manusia mempunyai kedudukan menengah di antara manusia
dalam pandangan aliran Mu’tazilah, juga dalam pandangan Asy’ariyah. Dan dalam
pandangan cabang Samarkand manusia lebih berkuasa dan merdeka dari pada manusia
dalam pandangan cabang Bukhara. Dalam teologi Maturidiyah Samarkand, yang juga
memberikan kedudukan yang tinggi pada akal, tetapi tidak begitu tinggi
dibandingkan pendapat Mu’tazilah, wahyu juga mempunyai fungsi relatif banyak
tetapi tidak sebanyak pada teologi Asy’ariyah dan maturidiyah Bukhara.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy
adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara,
api, dan kecepatan. Di samping itu juga mengandung arti bisikan, isyarat,
tulisan dan kitab. Selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara
sembunyi-sembunyi dan dengan cepat. Tentang penjelasan cara terjadinya
komunikasi antara Tuhan dan Nabi-Nabi, diberikan oleh al-Qur’an sendiri. Kedudukan wahyu dalam islam sangat penting. Karena
islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu . Dan hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal
dalam islam. Wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya tanpa seorangpun
yang mengetahui. Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang
dimaksud memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana
cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik
dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan diterima
manusia di akhirat.
B. SARAN
Demikian makalah ini dapat kami
selesaikan. Banyak kesalahan dari penulisan, karena keterbatasan pengetahuan
kami. Maka dari itu kami memohon agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga bermanfaat bagi para pembaca, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar